Ta’aruf diartikan sebagai perkenalan. Namun dalam praktek
sehari-hari ada yang menggunakan kata taaruf sebagai suatu proses sebelum
ikhwan dan akhwat menjalani pernikahan. Dalam taaruf, mereka saling mengenalkan
keadaan diri masing-masing, bila cocok bisa dilanjutkan ke proses khitbah dan
bila tidak maka proses akan dihentikan. Mungkin seperti itu secara
sederhananya, walaupun pada prakteknya bisa begitu rumit dan kompleks.
Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2 orang (biasanya lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga dirinya masing2. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada rencana pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat dan ada yang masih lama rencana nikahnya. Namun, persepsi umum dari pacaran adalah aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang masih belum resmi menjadi suamu istri. Kedekatan itu bisa kedekatan secara fisik dan bisa jadi kedekatan komunikasi.
Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2 orang (biasanya lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga dirinya masing2. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada rencana pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat dan ada yang masih lama rencana nikahnya. Namun, persepsi umum dari pacaran adalah aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang masih belum resmi menjadi suamu istri. Kedekatan itu bisa kedekatan secara fisik dan bisa jadi kedekatan komunikasi.
Banyak
orang-orang yang berniat ta’aruf namun dalam prakteknya mereka berbuat
aktivitas seperti layaknya orang pacaran. Sehingga niat menikah pun menjadi
tertunda gara-gara mereka sudah merasa dekat, dan mereka puas dengan kedekatan
itu sehingga tidak jadi memikirkan ke arah pernikahan.
Adapun
perbedaan pacaran dengan ta’aruf yaitu:
1. Tujuan
- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah dan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.
1. Tujuan
- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah dan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.
2. Kapan
dimulai
- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau yang lebih parah saat taruhan dengan teman.
- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau yang lebih parah saat taruhan dengan teman.
3.
Pertemuan
- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab bertamu biasa, dirumah sang calon, atau ditempat pertemuan lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab bertamu biasa, dirumah sang calon, atau ditempat pertemuan lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn
tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya sebagai pihak ketiga
sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
Selama
pertemuan pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang
kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi
kehidupan, kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.
Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.
Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
- pacaran :
pertemuan yang dilakukan hanya berdua saja, pagi boleh, siang oke, sore ayo,
malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.
Pertemuannya di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata,
kendaraan umum & pribadi, pabrik dll. Frekuensi pertemuan lazimnya seminggu
sekali, pas malem minggu. Adapun yang dibicarakan cerita apa aja kejadian
minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.
4. Lamanya
- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa sehari, seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.
- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa sehari, seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.
5. Saat
tidak ada kecocokan saat proses
- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan harus cara yang baik dan menyebut alasannya.
- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan harus cara yang baik dan menyebut alasannya.
- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
Dengan
demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam
untuk mencari dan memilih pasangan hidup.
6)}
Kira-kira hal apa saja yang perlu diketahui atau diperhatikan dari pasangan
ta’aruf agar merasa tidak tertipu?
Adapun yang
perlu kita ketahui dari pasangan ta’aruf yaitu:
Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah sesuai arahan NabiNya (Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam)?
Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah sesuai arahan NabiNya (Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam)?
Kedua,
amati bagaimana caranya mengatasi masalah hidup. Apakah ia mencari arahan dari
Al Qur’an atau Sunnah Nabi ? Apakah ia cukup sabar dan tidak mengeluh dan
menyalahkan nasib?
Ketiga,
kenali bagaimana calon anda dalam menghadapi saat-saat senang atau gembira?
Apakah ia mudah bersyukur? Apakah dalam bergembira ia tidak berlebihan?
Keempat,
bagaimana caranya berinteraksi dengan anda dan orang lain? Apakah mudah
berkomunikasi atau sulit? Apakah sering mengumbar janji muluk dan kata pujian?
Dalam berbicara apakah siap bermusyawarah atau lebih suka menang sendiri?
Apakah ia mudah menghargai orang lain?
Kelima,
tentang sikap dan pandangannya tentang diri sendiri? Apakah ia terlalu percaya
diri? Ataukah percaya diri secara proporsional dan berdasar? Apakah ia minder
dan mudah putus asa?
Keenam,
tentang sikap terhadap ilmu, apakah berwawasan luas dan mau belajar ataukah
lebih suka membatasi minat dan perhatiannya terhadap hal-hal yang sempit?
Ketujuh, bagaimana
sikapnya terhadap atasan dan bawahan dirinya? Apakah ia terlalu takut pada
atasan? Apakah ia sewenang-wenang terhadap bawahan?
Kedelapan,
kenalilah selera-seleranya, apakah ada yang sangat bertentangan dengan anda
sendiri? Apakah tidak bisa saling memahami perbedaan selera ini?
Kesembilan,
kenali keluarganya. Apakah ada hal-hal yang perlu menjadi catatan seperti
apakah calon mertua sangat dominan terhadap anaknya ataukah biasa-biasa saja?
Mungkin
masih banyak contoh-contoh pertanyaan dan pengamatan yang dapat diujikan kepada
calon pasangan. Cari tahulah dengan berbagai cara, baik bertanya langsung,
bertanya ke pada orang-orang dekatnya atau mengamati.
Sesudah
mengumpulkan berbagai bahan ini, kemudian diskusikanlah dengannya beberapa hal
berikut:
1.
Bagaimana atau dari mana akan mengambil sumber hukum dalam kebijakan
rumahtangga? Darimana sumber hukumnya dan bagaimana proses penetapan
keputusannya?
2.
Bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat dan ke mana mencari penengah?
Diskusikan
juga berbagai hal kecil namun mungkin penting, misal akan tinggal di mana
kelak? Dari mana sumber penghasilan keluarga? Apakah ada diantara anda berdua
yang masih ingin melanjutkan sekolah? Apakah istri kelak akan bekerja?
Bagaimana mengasuh anak? Dan masih banyak lagi, namun pilihlah yang bagi anda
lebih penting.
Jika ha-hal
ini sudah dibicarakan dan ternyata tak ada masalah atau perbedaan pendapat yang
terlalu tajam antara anda berdua, barulah dapat dikatakan Insya Allah anda
berdua cocok. Wallahua’lam .
7)}
Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena
ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka adakalanya ia berhasil
lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula ia tidak berlanjut
ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal? Ada empat tips dalam buku Tak
Kenal Maka Ta’aruf yaitu :
Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan?
Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya.
Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi.
Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.
Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan?
Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya.
Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi.
Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.